Ketegangan Memuncak Di Rumbia, Ahli Waris Kel Pandeiroot -Alow Keturunan Dotu Karel Sigar Tantang Klaim Sepihak, Tudingan Arah Ke Dugaan Mafia Tanah

  • Whatsapp

LANGOWAN (detikgo.com)-– Aroma konflik agraria kembali menyeruak, kali ini di Desa Rumbia, Kecamatan Langowan Selatan, Kabupaten Minahasa. Kemarin, Rabu sore (11/05/2025), bentrok verbal nyaris pecah di wilayah Kilo 22 dan 23, menyusul aksi saling klaim kepemilikan lahan antara keluarga Ahli Waris Pandeiroot-Allow dan sejumlah pihak yang diduga berafiliasi dengan mantan perangkat desa.

Ketegangan bermula saat keluarga besar Pandeiroot Allow memasang ulang baliho yang menyatakan kepemilikan turun-temurun atas tanah waris tersebut. Menurut mereka, tanah itu adalah warisan leluhur dari Opa Tua Kami (Tete) Dotu Karel Sigar yang turun ke Oma Kami Sophia Alow – Sigar sampai ke Keturunan Kel Robert Pandeiroot – Ana Maria Alow,  dan tidak pernah dihibahkan, dipindahtangankan, atau diperjualbelikan. Tanah kepemilikan sesuai dokumen Register Tahun 1962 dan di Persamakan kembali pengukuran Register Tahun 1978 yang kala itu Masih wilayah Desa Palamba yang sekarang Jadi Desa Rumbia.

Bacaan Lainnya

“Kami pasang kembali Baleho,  karena baliho sebelumnya dirusak oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Ini tanah leluhur kami, dan hak kami tidak bisa dipermainkan,” tegas Ahli Waris Hans Pandeiroot anak dari Kel Pandeiroot -Alow (78) yang masih hidup didampingi Keponakan Berty Pandeiroot, Sonny Pandeiroot dan Lusye Rewah serta perwakilan keluarga.

Foto Suasana di Lokasi Tanah Perkebunan pihak Ahli Waris Keturunan Kel Pandeiroot -Alow dan Beberapa Masyarakat Di perkebunan Desa Rumbia kec Langowan Selatan sempat memanas.(Doc Foto : Ist)

Namun, aksi damai itu berubah memanas ketika sekelompok orang tiba-tiba datang ke lokasi. Salah satu dari mereka bahkan terlihat membawa senjata tajam dan mencabut salah satu baliho baru yang dipasang. “Yang mencabut pakai jaket hijau,” ungkap seorang saksi mata.

Yang mengejutkan, dalam kelompok tersebut hadir pula mantan Kepala Desa (Hukum Tua) Sonny Pendong dan mantan Sekretaris Desa Rumbia Robendhar Saul Kehadiran mereka justru memperkeruh suasana. Dalam perdebatan sengit yang terjadi, kedua mantan pejabat desa Rumbia itu mengklaim memiliki sertifikat atas tanah tersebut. Namun saat diminta menunjukkan dokumen yang dimaksud, keduanya tidak dapat membuktikannya.

“Kami tidak takut klaim sepihak. Kalau betul ada sertifikat, mana buktinya? Jangan sembarang mengaku tanpa dasar hukum,” kata anggota keluarga dengan nada tegas.

Lebih mencurigakan lagi, mantan Hukum Tua Desa Rumbia Sonny P mengklaim bahwa sertifikat tanah tersebut diperoleh melalui program redistribusi tanah oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN). Namun secara kontradiktif, ia mengaku selama menjabat tujuh tahun tidak pernah mengeluarkan surat ukur atau surat keterangan atas lahan dimaksud.

Klaim-klaim tanpa dokumen resmi itu memicu spekulasi serius di masyarakat: benarkah ada permainan mafia tanah di balik sengketa ini?

Hans Pandeiroot di usia senja dengan menangis menceritakan, sejak kecil kisaran tahun 50 an akhir, saya sudah sering kesini masih kanak-kanak sudah bersama orang tua kami datang ke tanah kami untuk menanam pohon, dan sampai Tua pun kami selalu kesini, tiba-tiba tanpa sepengetahuan kami, Tanah kami berpindah tangan, ujarnya dengan muka bersembur air mata.

” Jangan Ambil Tanah Kami, ini Warisan Orang Tua Kami, Ini Tanah Opa Tua Kami Dotu Karel Sigar, ini Milik Oma Kami Sophia Sigar yang diturunkan kepada kami, “Ucapnya.

Diketahui, Hans Pandeiroot adalah cucu dari Sophia Sigar yang juga cece dari Dotu Karel Sigar bersama Keponakan dan Kel Bes Keturunan Robert Pandeiroot – Ana Maria Alow masih terikat Kerabat Dekat Presiden yang saat ini masih berjuang menanti keadilan atas tanah waris mereka yang di kuasai sepihak oleh pihak lain.

Publik kini menanti sikap tegas dari Pemerintah Kabupaten Minahasa dan BPN. Ketidakjelasan status lahan, ditambah munculnya nama-nama eks pejabat desa, membuat desakan semakin keras agar aparat hukum turun tangan. Sengketa seperti ini dinilai sebagai cermin dari lemahnya tata kelola agraria, sekaligus potensi subur bagi praktik-praktik mafia tanah yang makin merajalela.

Hingga berita ini diterbitkan, belum ada keterangan resmi dari pemerintah daerah maupun BPN. Namun satu hal kini menjadi terang: masyarakat  tak akan diam ketika hak atas tanah leluhur mereka terancam oleh kekuatan-kekuatan yang bergerak dalam bayang-bayang hukum. (Red)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *