Terkait Pidana ITE, Inilah Eksepsi Kuasa Hukum Nina Muhammad

  • Whatsapp

MANADO, detikgo.com – Sidang kedua dengan nomor perkara 313/Pid.Sus/2021/PN Mnd dengan terdakwa Nina Muhammad, salah satu Bhayangkari Polda Sulut dengan agenda eksepsi dilaksanakan di ruang sidang Chandra PN Manado, Kamis(16/09/2021).

Pada persidangan tersebut dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim, Djamaluddin Ismail, SH, MH didampingi hakim anggota Hj.Halima Uma Ternate, SH, MH dan Djulita Tandi Massora, SH, MH.

Bacaan Lainnya

Piet Kangihade, SH kuasa hukum Nina Muhammad saat diwawancarai wartawan usai persidangan

Usai membuka persidangan, Ketua Majelis Hakim, Djamaluddin Ismail, SH, MH, mempersilahkan terdakwa untuk memasuki ruangan dan selanjutnya mempersilahkan Penasehat hukum terdakwa, Piet Kangihade, SH untuk membacakan Eksepsi.

Dalam eksepsinya, Kuasa Hukum terdakwa, Piet Kangihade, SH mengatakan bahwa dakwaan kesatu sama sekali tidak jelas tentang apa yang menjadi maksud dari kesusilaan, dimana hal tersebut diperlukan untuk menentukan bukti mana dari unggahan Facebook terdakwa dikategorikan melanggar kesusilaan.

Kuasa hukum juga menyebutkan, bahwa Keputusan Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, Jaksa Agung RI, dan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 229 tahun 2021, Nomor 154 tahun 2021, Nomor KB/2/VI/2021 tentang Pedoman Implementasi atas pasal tertentu dalam UU nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transmisi Elektronik (ITE) sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 19 tahun 2016 tentang Perubahan atas UU nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transmisi Elektronik (ITE) yang mana dalam keputusan bersama tersebut diulas tentang pelanggaran dan kesusilaan sebagaimana dimaksud pasal 27 ayat (1) dan pasal 27 ayat (3) adalah delik aduan absolut, dan pengaduan harus dilakukan sendiri oleh korban.

Piet juga mengatakan, bahwa dengan tidak dijelaskannya dalam dakwaan kesatu mengenai pelanggaran kesusilaan, maka dakwaan adalah Obscuur Libel atau tidak jelas/kabur.

Bahwa ternyata sesuai berita acara yang melaporkan terdakwa bukanlah saksi korban, Soraya Deitje Tanod melainkan Rolandy Libradona Thalib, yang mana menurut kuasa hukum terdakwa, yang dapat mengajukan pengaduan adalah korban sendiri dan tidak dapat diwakilkan, karena secara tegas dalam keputusan bersama tersebut menyatakan delik pidana pasal 27 ayat (3) adalah delik aduan absolut dan karenanya yang dapat melakukan pengaduan adalah korban sendiri, sedangkan dalam perkara sekarang ini saksi korban Soraya Deitje Tanod tidak menyampaikan secara langsung, tapi diwakili oleh Rollandy Libradona Thalib.

Bahwa dalam Berita Acara pemeriksaan Rollandy Libradona Thalib diperiksa sebagai saksi pelapor, dimana yang bersangkutan bertindak sebagai Advokat yang diberi kuasa oleh saksi korban Soraya Deitje Tanod.

“Bahwa terhadap tindak pidana biasa bertindak selaku kuasa untuk melaporkan sah-sah saja tetapi terhadap delik aduan yang menyangkut pasal 27 ayat 3 melakukan pengaduan haruslah korban itu sendiri”, ucap Piet Piet Kangihade, SH, kuasa hukum terdakwa.

Lebih lanjut dikatakan kuasa hukum terdakwa, bahwa pada dakwaan kesatu dan dakwaan kedua disebutkan bahwa perbuatan pidana yang dilakukan oleh terdakwa ialah karena melakukan perbuatan mengunggah tulisan pada akun Facebook terdakwa yang melanggar kesusilaan serta memiliki muatan penghinaan dan atau pencemaran nama baik.

Pada dakwaan kesatu maupun dakwaan kedua ternyata tulisan di akun Facebook terdakwa sama sekali tidak termuat atau tertulis nama saksi korban Soraya Deitje Tanod melainkan nama Soraya Montenegro, atas hal tersebut dakwaan adalah obscuur libel.

“Berdasarkan hal-hal yang tersebut di atas, demi tegaknya kepastian hukum dan hak-hak terdakwa yang dilindungi oleh undang-undang maka kami mohon kepada majelis hakim yang mulia untuk menjatuhkan putusan sela yang menyatakan bahwa surat dakwaan penuntut umum batal demi hukum atau setidak-tidaknya dakwaan penuntut umum dinyatakan tidak dapat diterima,” ucap Piet Kangihade, SH dalam persidangan.

Setelah mendengarkan eksepsi dari kuasa hukum terdakwa, Ketua Majelis Hakim meminta tanggapan Jaksa Penuntut Umum, Marianna Matulessy, SH dan dijawab akan ditanggapi Minggu depan.

Selanjutnya, setelah mendengarkan pendapat para pihak terkait waktu persidangan berikutnya, maka akhirnya Ketua Majelis Hakim menetapkan bahwa persidangan selanjutnya akan dilaksanakan Rabu (22/09/2021) depan dengan agenda tanggapan Jaksa Penuntut Umum.(*red)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *