‎Ketua PPWI Sangihe: Wartawan Dilindungi UU, Penghalangan Tugas Bisa Dipidana

  • Whatsapp
Michael Towira saat diamankan personil PSDKP Tahuna

SANGIHE, detikgo.com  – Kasus dugaan penganiayaan terhadap seorang wartawan kembali mencoreng wajah kebebasan pers di daerah. Kejadian ini menimpa Michael Towira, jurnalis media online di Kabupaten Kepulauan Sangihe, pada Kamis (25/09/2025). Michael diduga mengalami penganiayaan oleh staf dan Kepala PSDKP Kabupaten Kepulauan Sangihe.

‎Ketua Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) Kabupaten Kepulauan Sangihe, Fentje Janis, mengecam keras tindakan tersebut. Menurutnya, insiden ini bukan hanya persoalan pribadi, melainkan telah melukai citra wartawan, baik di Sangihe maupun di tingkat nasional.

Ketua Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) Kabupaten Kepulauan Sangihe, Fentje Janis

“Pada dasarnya, tindakan ini sangat melukai citra para wartawan di daerah ini dan di Indonesia. Untuk itu, kami meminta pihak kepolisian segera mengusut tuntas masalah ini. Kami juga mendesak pihak PSDKP untuk bertanggung jawab dan menyampaikan permintaan maaf kepada seluruh insan pers. Apa yang terjadi jelas merupakan bentuk pelecehan terhadap profesi wartawan,” tegas Fentje Janis.

‎Ia juga mengingatkan bahwa profesi wartawan dijamin perlindungannya oleh undang-undang.

Bacaan Lainnya

Kantor PSDKP Kabupaten Kepulauan Sangihe

“Perlindungan hukum bagi wartawan terdapat dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang menyatakan, ‘Dalam melaksanakan profesinya wartawan mendapat perlindungan hukum’. Pasal lain yang juga relevan adalah Pasal 18 ayat (1), yang menjelaskan bahwa tindakan menghalangi tugas wartawan dapat dipidana. Oleh sebab itu, tindakan ini tidak boleh dibiarkan begitu saja,” ujarnya.

‎Fentje menambahkan, PPWI bersama insan pers di Sangihe saat ini tengah mempersiapkan langkah solidaritas dengan mendatangi pihak PSDKP. Upaya tersebut dilakukan sebagai bentuk kebersamaan dan kepedulian sesama jurnalis agar kejadian serupa tidak terulang kembali di masa depan.

‎Ketua Forum Wartawan Sangihe (Forwas), Verry Bawoleh, turut mengecam keras insiden ini.

‎“Tugas jurnalistik tidak boleh dihalang-halangi, apalagi dengan cara-cara intimidatif. Wartawan bekerja sesuai pedoman UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan kode etik jurnalistik. Dalam kronologi yang ada, Mike sudah memperkenalkan diri dengan jelas sebagai wartawan. Tidak ada alasan seorang pejabat publik menunjukkan arogansinya di hadapan wartawan yang sedang melaksanakan tugas,” tegas Verry.

‎Ia menambahkan, peristiwa ini telah mencoreng hubungan antara lembaga publik dan pers yang seharusnya saling menghormati.

‎“Kami dari Forwas meminta agar aparat penegak hukum segera menindaklanjuti kasus ini secara serius. Jangan sampai ada lagi kejadian serupa yang membuat wartawan merasa tidak aman dalam menjalankan profesinya,” ujarnya.

‎Sementara itu, Asril Tatande, Koordinator PPWI untuk Indonesia Timur, juga menyampaikan pernyataan keras.

‎“Atas nama pers, kami mengecam tindakan tidak terpuji yang dilakukan oleh Kepala PSDKP. Wartawan itu dilindungi undang-undang, dan Mabes Polri sudah menegaskan bahwa kerja-kerja jurnalistik harus dihormati serta dijamin keamanannya. Jika ada keberatan terhadap pertanyaan wartawan, jawab saja dengan klarifikasi, bukan dengan emosi atau tindak kekerasan,” ungkapnya.

‎Asril menegaskan, kasus ini tidak hanya menyangkut Mike pribadi, tetapi marwah seluruh pers di Indonesia Timur.

‎“Kami akan mengawal persoalan ini sampai ke pihak berwajib. Jangan sampai kasus ini berhenti begitu saja, karena jika dibiarkan, ini bisa menjadi preseden buruk dan ancaman bagi kebebasan pers di daerah,” tegasnya.

‎Sementara itu, Kepala PSDKP Tahuna, Martin Luhulima, saat ditemui wartawan pada Jumat (26/09/2025), membenarkan adanya insiden tersebut, namun membantah melakukan penganiayaan.

‎“Saya akui emosi dan minta maaf jika tersulut. Tapi soal penganiayaan, saya tegaskan tidak ada,” katanya.

‎Menurut Martin, dirinya merasa ditekan dan tidak nyaman dengan sikap Mike yang membuka jaket di ruangannya. Ia menambahkan, pemberian uang Rp2,5 juta dan penggantian HP rusak merupakan bentuk itikad baik pihaknya.

‎“Saya hanya minta bawahan untuk membawa kembali wartawan tersebut karena khawatir ia memanggil orang lain datang ke lokasi,” jelasnya.

‎Kasus ini kini masih bergulir dan rencananya akan dilaporkan ke pihak berwajib oleh rekan-rekan wartawan di Sangihe.(Bensa)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *