Dugaan Suap Izin Pengiriman Pasir di Bitung Terkuak, Penegak Hukum Diduga Terlibat

  • Whatsapp
“Dalam rekaman itu mereka (pelaku pengiriman pasir-Red) menjelaskan bahwa APH menyatakan ijin mereka lengkap dan setiap APH mendapatkan uang yang besar. Inilah yang kita selaku pelaku usaha ini khawatirkan. Artinya, berlangsungnya aktivitas pengiriman pasir bukan karena berdasarkan ijin lengkap tetapi karena ada upeti. Karena kalau ijin sudah lengkap, kenapa harus ada upeti? Kenapa harus ada kontribusi-kontribusi? Kalau kondisinya seperti ini maka kami akan berontak” (Puboksa Hutahean, Pengusaha)

 

Bitung, detikgo.com – Dugaan praktik ilegal dalam bisnis pengiriman pasir di Pelabuhan Bitung, Sulawesi Utara, telah menimbulkan keresahan di kalangan pengusaha dan berpotensi menghambat pertumbuhan ekonomi. Ketidakpastian hukum dan regulasi terkait bisnis ini menjadi sorotan utama.

Bacaan Lainnya

Keresahan ini mencuat setelah akun media sosial “Pola Bitung” melaporkan adanya aktivitas pengiriman material pasir dari Bitung menuju Sorong yang diduga tidak sesuai ketentuan hukum. Laporan tersebut ditujukan kepada sejumlah pejabat tinggi negara dan lembaga penegak hukum.

Dalam laporannya yang diunggah pada Selasa (28/10), “Pola Bitung” menuding oknum pejabat Polres Bitung menerima suap dari pengusaha bernama Ola dan Dennyv Phantoleng sebagai imbalan atas penerbitan izin pengiriman pasir.

Tangkap Layar postingan akun Pola Bitung yang diunggah pada Selasa (28/10) melalui media sosial Facebook.

Menanggapi isu ini, sejumlah pengusaha di kawasan Pelabuhan Samudera Bitung mengungkapkan keresahan mereka terkait ketidakpastian hukum dan regulasi yang jelas dalam bisnis pengiriman pasir. Mereka mendesak agar Kapolres dan Kasatreskrim Bitung diperiksa dan dievaluasi terkait dugaan penyalahgunaan wewenang dalam melegalkan pengiriman pasir dengan imbalan upeti atau dana koordinasi.

Akibat dari permasalahan hukum ini, roda perekonomian pelabuhan Bitung dilaporkan tidak berkembang. Pengusaha pembeli (buyer) pun enggan untuk berbisnis melalui pelabuhan tersebut.

Puboksa Hutahean, seorang pengusaha yang dihubungi detikgo.com pada Selasa (28/10), menyoroti bahwa banyak perusahaan pengiriman pasir melampirkan Izin Usaha Pertambangan (IUP) dalam profil perusahaan mereka, padahal tidak ada pabrik pengolahan pasir di Sulawesi Utara yang memiliki IUP.

“Kami para pengusaha butuh kepastian hukum, butuh regulasi yang betul. Saat ini, saya lihat pihak yang berkegiatan ini hampir sama semua izin yang mereka punya. Benar ada terlampir IUP di company profile perusahaannya. Tapi persoalannya IUP itu kan Izin Usaha Produksi, dimana di Sulawesi Utara ini ada pabrik pengolahan pasir? Nggak ada! Kalau begitu, APH (Aparat Penegak Hukum) menyatakan lengkap itu izin nggak jelas,” terang Hutahean.

Ia berharap agar pemerintah segera menentukan regulasi yang jelas untuk bisnis pengiriman pasir, terutama terkait dengan persyaratan Izin Usaha Pertambangan (IUP). Menurut Hutahean, jika izin harus disertai IUP, maka pengiriman pasir akan sulit dilakukan karena tidak ada satu pun pabrik pengolahan pasir di Sulawesi Utara yang memiliki IUP sebagai dasar pengeluaran izin.

Hutahean juga menyoroti keberadaan tumpukan pasir yang telah di-police line selama kurang lebih tiga tahun di kawasan pelabuhan, yang mengganggu aktivitas bongkar muat barang. “Tumpukan pasir yang di-police line itu sudah sekitar 3 tahun dibiarkan begitu saja tanpa ada kejelasan hukum dan keberadaannya mengganggu kami selaku pengguna jasa” tambahnya.

Dugaan adanya praktik “kongkalikong” antara oknum APH dan pengusaha nakal semakin menguat pasca Hutahean mendapatkan salinan rekaman percakapan yang berisi pengakuan dari pelaku pengiriman pasir. Dalam rekaman tersebut, oknum pelaku pengiriman pasir yang saat ini aktif menjalankan bisnisnya, menyebutkan adanya koordinasi terkait izin dan upeti kepada sejumlah oknum APH.

“Dalam rekaman itu mereka (pelaku pengiriman pasir-Red) menjelaskan bahwa APH menyatakan ijin mereka lengkap dan setiap APH mendapatkan uang yang besar. Inilah yang kita selaku pelaku usaha ini khawatirkan. Artinya, berlangsungnya aktivitas pengiriman pasir bukan karena berdasarkan ijin lengkap tetapi karena ada upeti. Karena kalau ijin sudah lengkap, kenapa harus ada upeti? Kenapa harus ada kontribusi-kontribusi? Kalau kondisinya seperti ini maka kami akan berontak” tegas Hutahean.

Rekaman percakapan berdurasi 5 menit 59 detik antara pelaku pengiriman pasir dan seseorang yang diduga wartawan mengungkap adanya koordinasi terkait izin dan upeti kepada oknum APH. Rekaman ini semakin memperkuat dugaan praktik kotor dalam bisnis pengiriman pasir di Pelabuhan Bitung.

Meskipun ada dugaan praktik ilegal, aktivitas pengiriman pasir dari Bitung ke Sorong dilaporkan masih terus berlangsung. Kondisi ini menimbulkan pertanyaan tentang efektivitas pengawasan dan penegakan hukum di Pelabuhan Bitung.

Lebih lanjut, Hutahean mengatakan, “Kalau aktivitas pengiriman pasir itu dinyatakan ijinnya lengkap, seperti apa regulasinya? Tolong di-published supaya kami para pengusaha ini punya pegangan. Sebab kalau membawa tongkang kesini itu sudah harus mengeluarkan biaya operasional miliaran. Jangan sampai tiba disini, nanti sesukanya APH untuk menerapkan hukum. Kepastian hukum itu yang sebenarnya kami inginkan. Makanya saya minta di-stop. Stop dulu kegiatan pengiriman pasir itu sampai ada kejelasan” pungkasnya.

Hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi dari pihak-pihak terkait yang disebutkan dalam laporan “Pola Bitung”. Upaya konfirmasi masih terus dilakukan oleh detikgo.com.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *