Abaikan 10 Tahun Masa Kerja, Pengelola SPBU Dendengan Dalam Djemi Mogi Pecat 2 Karyawan Tanpa Pesangon

  • Whatsapp

MANADO, detikgo.com – Pengelola Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Dendengan Dalam yang berlokasi di Kecamatan Tikala Kota Manado telah melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap karyawannya. Ironisnya, PHK terhadap karyawan yang notabene sudah mengabdikan dirinya selama 10 tahun di SPBU milik First Lady Kota Manado itu dilakukan secara sepihak tanpa memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, baik secara proses maupun hak-hak normatif karyawan yang wajib dibayarkan oleh perusahaan.

Jangankan mendapat kompensasi berupa pesangon yang harusnya diperhitungkan dari gaji pokok sesuai masa kerja dan tunjangan lain yang bersifat tetap, Pengelola SPBU Dendengan Dalam justru ‘menghadiahi’ karyawannya yang di-PHK tersebut dengan fitnah berujung Laporan di Kepolisian Sektor (Polsek) Tikala atas dugaan tindak pidana pencurian, penggelapan dan penggandaan nota yang hingga saat ini belum terbukti kebenarannya.

Bacaan Lainnya

Dalam wawancara khusus dengan http://detikgo.com, Sabtu (29/9/2023) Joudy Dolvy Tawaang (salah satu karyawan yang di-PHK -Red) menceritakan ikhwal pemberhentian dirinya oleh oknum Pengelola SPBU Dendengan Dalam Djemi Mogi atau yang lebih sering disapa dengan panggilan Ko’ Djemi.

“Saya bekerja di SPBU Dendengan Dalam sejak tahun 2013, bersamaan dengan mulai beroperasinya SPBU tersebut. Jadi tanggal 30 Juni 2023 saya masuk shift malam dan pegang Pertamax. Sore itu, dia (Djemi Mogi -Red) mendatangi saya dan menanyakan jadwal kerja saya. Saya pun menyampaikan bahwa saya masuk shift malam. Mendengar jawaban itu, Ko’ Djemi pun berkomentar singkat, “Oh yaaa, nanti besok tunggu pa kita (Oh yaa, nanti besok tunggu saya -Red). Keesokan harinya selesai shift malam tanggal 1 Juli 2023 pukul 07.00 pagi setelah menyetorkan uang hasil penjualan malam itu, oleh Manager SPBU bernama Jemmy saya diminta untuk tidak pulang dulu dan disuruh menunggu kedatangan Ko’ Djemi. Hingga jam 08.00 Wita Ko’ Djemi tak kunjung datang. Saya pun menanyakan hal ini kepada Jemmy yang kemudian langsung merespon dengan segera menghubungi Ko’ Djemi melalui aplikasi WhatsApp. Oleh Jemmy, saya kembali diminta untuk menunggu karena Ko’ Djemi tak lama lagi akan datang ke tempat itu. Benar saja, tak lama kemudian Ko’ Djemi pun datang dan langsung meminta saya untuk masuk ke ruangannya. Sesampainya di ruangan, tanpa basa-basi Ko’ Djemi langsung memecatnya, “Ngana terhitung hari ini so nda ada hubungan kerja disini lagi” tutur pria 58 tahun yang akrab disapa Om Joudy menirukan ucapan Ko’ Djemi saat mem-PHK dirinya.

Lebih lanjut, Om Joudy yang terkejut mendengar ucapan Ko’ Djemi tersebut langsung bertanya, “Masalah apa Ko’?” Mendengar pertanyaan tersebut, Ko’ Djemi pun langsung menunjukkan sebuah rekaman video yang memperlihatkan aktivitas “curah minyak” (transfer BBM dari mobil tangki Pertamina ke tangki pendam penampungan BBM SPBU -Red) tanggal 29 Juni 2023 sambil mengatakan bahwa ada kekurangan 200 liter BBM saat proses curah minyak dalam rekaman video tersebut.

“Nah, saat itu saya sudah menjadi Operator, sementara yang berhak dan bertanggungjawab dalam aktivitas “curah minyak” itu adalah Pengawas dan Sopir Mobil Tangki Pertamina. Soal tudingan bahwa saya mencuri 200 liter BBM, logika mana yang bisa membenarkan itu. Jika 1 (satu) galon berisi 25 liter, paling tidak ada 8 galon yang harus saya gunakan untuk menampung dan menyimpan BBM. Nah, bagaimana mungkin saya memindahkan 8 galon BBM tanpa terlihat oleh rekan kerja yang lain atau paling tidak terekam di CCTV. Tuduhan macam apa ini?” ucap pria yang sebelum menjadi Operator juga pernah menjabat sebagai Pengawas dan Manager di SPBU milik istri Walikota Manado ini penuh tanya.

Soal tuduhan bahwa dirinya sudah bekerjasama dengan Sopir Mobil Tangki Pertamina, Om Joudy mengatakan bahwa sejak tiba di SPBU, melakukan aktivitas “curah minyak” hingga selesai dan pulang, ia tak pernah berkomunikasi dengan sopir itu.

Ia menyesalkan sikap Ko’ Djemi yang hanya mendengarkan laporan sepihak dari Manager SPBU Jemmy tanpa mau melakukan kroscek terlebih dahulu. “Paling tidak, dia periksalah itu CCTV. Lagian, Pengawas Reiner yang bertanggungjawab saat aktivitas “curah minyak” itu dilakukan sudah menegaskan bahwa tidak ada kekurangan BBM sebanyak 200 liter. Tapi Ko’ Djemi bersikeras mengatakan kurang 200 liter” ucap Om Joudy.

Lebih lanjut ia mengatakan bahwa pihak Pertamina yang sempat datang melakukan pemeriksaan dan pengecekan CCTV dan tidak menemukan fakta apapun soal kekurangan 200 liter BBM sebagaimana yang dilaporkan oleh Jemmy dan Ko’ Djemi selaku Manager dan Pengelola SPBU Dendengan Dalam seharusnya menjadi bahan pertimbangan.

Yang lebih mengherankan adalah ketika Ko’ Djemi yang juga dikenal sebagai Sekretaris Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas (Hiswana Migas) Kota Manado memberikan sanksi skors 3 (tiga) hari kepada Pengawas Reiner yang bertanggungjawab menerima BBM saat aktivitas “curah minyak” dilaksanakan, dan justru memberhentikan Om Joudy yang hanya Operator SPBU tanpa ada Surat Peringatan (SP1, SP2 dan SP3) terlebih dahulu.

Om Joudy mengakui bahwa pada tanggal 29 Juni 2023 ia sempat meminta BBM kepada Pengawas Reiner untuk diisi ke dalam tangki motor miliknya. Menurutnya hal ini sudah lazim dilakukan oleh karyawan di SPBU Dendengan Dalam ketika dalam kondisi kepepet (terdesak -Red). “Kalau dikasih syukur, kalo tidak juga tidak masalah. Tapi hari itu, Pengawas Reiner memberikan 3 liter BBM kepada saya” ucapnya sambil menambahkan bahwa kalau 3 liter yang dimintanya dari Pengawas Reiner itu disebut mencuri, maka Manager Jemmy pun telah melakukan hal yang sama dengan intensitas yang lebih sering yakni hampir setiap hari. Tak hanya Manager Jemmy, Pengelola SPBU Ko’ Djemi pun bahkan melakukan hal yang sama dengan jumlah yang jauh lebih besar hingga mencapai ratusan liter tanpa sepengetahuan owner (pemilik -Red) SPBU.

Terkait hal ini, berdasarkan informasi yang berhasil dihimpun detikgo.com dari sejumlah sumber yang meminta agar namanya tidak dipublikasikan diketahui bahwa Ko’ Djemi seringkali mengambil uang maupun BBM secara bergantian dari SPBU Dendengan Dalam yang semuanya itu dimasukkan dan disesuaikan sedemikian rupa dalam laporan penjualan BBM pada hari yang sama. “Terkadang Ko’ Djemi mengambil BBM dan diisi penuh ke dalam tangki mobil pribadinya. Lain waktu ia mengambil dalam bentuk uang tunai yang juga harus dimasukkan dan disesuaikan dengan laporan penjualan. Dan itu diketahui oleh hampir semua karyawan di SPBU” ujar salah satu sumber sambil menunjukkan sejumlah bukti berupa nota pengambilan BBM maupun uang tunai yang dilakukan oleh Ko’ Djemi.

Perihal Laporan Polisi yang konon dibuat oleh Ko’ Djemi di Polsek Tikala sekitar bulan Agustus 2023, Om Joudy dan Johan yang mengetahui bahwa dirinya telah dilaporkan ke pihak kepolisian tidak pernah menerima surat panggilan resmi dari Polsek Tikala. Mereka hanya dihubungi Pak Hendra melalui panggilan telpon dan diminta untuk datang ke Polsek Tikala terkait laporan Ko’ Djemi soal dugaan pencurian, penggelapan dan penggandaan nota. Merasa tidak bersalah karena tidak melakukan apa yang dituduhkan, maka Om Joudy dan Johan pun datang ke Kantor Polsek Tikala meski tidak menerima Surat Panggilan Resmi. Saat memenuhi panggilan Polsek Tikala itu, Om Joudy dan Johan didampingi oleh Ketua dan Sekretaris Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Kota Manado yakni Denny Sorongan dan Yuli Roring.

Dikonfirmasi perihal kebenaran laporan polisi yang dibuat oleh Ko’  Djemi, Penyidik Polsek Tikala bernama Hendra ketika dihubungi http://detikgo.com melalui panggilan WhatsApp, Senin (2/10/2023) mengatakan, “Tanyakan ke mereka saja, Ibu. Ibu tanyakan saja langsung ke orangnya” ucapnya. Disinggung soal Nomor Surat Tanda Terima Laporan Polisi, Hendra pun menjawab singkat “Ibu tanya saja ke mereka, Bu. Ke mereka itu. Kan saya sudah konfirmasi dengan mereka. Saya tidak akan memberikan statement, takut salah. Kan jadi kami lagi yang salah. Ibu tanyakan saja ke mereka ya” jawabnya singkat.

Dari keterangan Om Joudy yang mengaku tidak menerima pesangon dan tunjangan lain terkait PHK yang dialaminya, kuat dugaan bahwa laporan polisi yang dibuat oleh Ko’ Djemi di Polsek Tikala merupakan bentuk kriminalisasi yang dilakukan Pengelola SPBU Dendengan Dalam sebagai upaya menghindari kewajibannya untuk memberikan hak-hak terlapor sebagai pekerja sebagaimana yang diatur dalam undang-undang ketenagakerjaan.

Dari informasi yang berhasil dihimpun, diketahui bahwa dalam menjalankan usahanya Pengelola SPBU Dendengan Dalam banyak membuat kebijakan tidak tertulis yang melukai rasa keadilan dan tidak berpihak kepada para karyawannya. Secara singkat, hal-hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

  1. Tidak adanya Surat Perjanjian Kerja yang disepakati kedua belah pihak.
  • Sebagai karyawan yang telah bekerja sejak tahun 2013 bersamaan dengan beroperasinya SPBU Dendengan Dalam, Om Joudy dan karyawan yang lain tidak pernah menandatangi atau menerima Surat Perjanjian Kerja atau Surat Pengangkatan Karyawan.
  • Pengelola SPBU nanti menyodorkan Surat Perjanjian Kerja pada tahun ke-7 kepada para karyawan.
  • Semua karyawan menolak menandatangani Surat Perjanjian Kerja yang disodorkan oleh Pengelola SPBU karena isinya dinilai hanya menguntungkan Pengelola SPBU saja dan tidak berpihak pada karyawan dimana salah satu point penting adalah karyawan yang sudah bekerja 7 tahun harus kehilangan masa kerjanya karena harus memulainya lagi dari awal sejak yang bersangkutan menandatangani Surat Perjanjian Kerja.
  1. Bahwa sejak Pandemi Covid-19 hingga sekarang, seluruh karyawan di SPBU Dendengan Dalam tidak lagi menerima upah kerja sesuai UMP.
  2. Bahwa hak karyawan atas reward Predikat SPBU Pasti Pas yang diberikan oleh Pertamina tidak diterima oleh karyawan selama 2 (dua) tahun.
  3. Bahwa karyawan wanita yang cuti melahirkan dianggap berhenti, dan ketika masuk kerja dihitung sebagai karyawan baru sehingga yang bersangkutan terpaksa kehilangan hak atas masa kerjanya dan harus menerima upah kerja sebesar 80% pada 3 bulan pertama sejak ia masuk kerja lagi.
  4. Bahwa karyawan yang sakit dan harus dirawat di Rumah Sakit dipotong gajinya.
  5. Bahwa slip gaji yang diberlakukan oleh Pengelola SPBU sangat tidak memadai, dimana pembayaran upah karyawan tidak dilakukan melalui transfer rekening bank tetapi dibayarkan secara tunai dengan bukti selembar kertas yang hanya bertuliskan nama kecil karyawan dan nominal upah yang diterima tanpa mencantumkan tanggal; nama, logo dan cap perusahaan; serta tandatangan pemberi maupun penerima upah kerja.

Untuk diketahui, kewajiban dan aturan perusahaan lazimnya tertulis dalam Surat Perjanjian Kerja. Jika karyawan telah menandatangani kontrak artinya segala isi perjanjian kerja harus dipertanggung jawabkan. Misalnya, apabila karyawan melakukan pelanggaran yakni mangkir 5 hari berturut-turut tanpa alasan jelas, mengabaikan tanggung jawab kerjanya akibat ditahan pihak berwajib, maka pemutusan hubungan kerja bisa terjadi. Akan tetapi, pemutusan hubungan kerja ini harus dilengkapi bukti dan telah melalui pendekatan lain misal Pemberian Surat Peringatan sebelum berakhir PHK.

Terkait karyawan yang bekerja di suatu perusahaan tanpa ada perjanjian kerja secara lisan hal tersebut bisa saja dilakukan asalkan pekerja tersebut adalah karyawan tetap. Tapi biasanya, untuk meminimalkan kebingungan di antara kedua belah pihak antara pengusaha dan karyawan, dibuatkan surat keputusan untuk karyawan tersebut yang memuat nama karyawan jabatan atau job desk pekerjaan serta dimulainya waktu bekerja di perusahaan tersebut.

Sedangkan untuk Pekerja Waktu Tertentu (PKWT) atau karyawan kontrak, hal tersebut wajib dibuatkan perjanjian kerja secara tertulis yang mana hal tersebut diatur dalam Pasal 57 ayat (1) UU Cipta Kerja Nomor 2 Tahun 2020 juncto Perppu Cipta Kerja Nomor 2 Tahun 2022: Perjanjian Kerja Waktu Tertentu dibuat secara tertulis serta harus menggunakan bahasa Indonesia dan huruf Latin.

Mengacu pada ketentuan Pasal 2 ayat 2 Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 maka isi dalam perjanjian kerja harus memuat hal-hal berikut:

  1. Nama, alamat Perusahaan, dan jenis usaha;
  2. Nama, jenis kelamin, umur, dan alamat Pekerja;
  3. Jabatan atau jenis pekerjaan;
  4. Tempat pekerjaan;
  5. Besaran upah dan cara pembayaran;
  6. Hak dan kewajiban Pengusaha dan Pekerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan dan/atau syarat kerja yang diatur dalam PP/PKB;
  7. Mulai dan jangka waktu berlakunya PKWT;
  8. Tempat dan tanggal PKWT dibuat; dan
  9. Tanda tangan para pihak dalam PKWT.

Terkait perusahaan yang tidak memberlakukan Surat Perjanjian Kerja, Pasal 1 angka 15 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan menjelaskan bahwa hubungan kerja adalah hubungan pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah.

Dari Pasal tersebut di atas diketahui bahwa untuk membuktikan status karyawan tanpa adanya Surat Perjanjian Kerja dapat dilihat dengan adanya ID card yang biasanya tercantum selain nomor pekerja tetapi juga tahun dimulainya bekerja, slip gaji atau transfer gaji yang masuk ke rekening setiap bulannya, serta perintah untuk melaksanakan pekerjaan tertentu yang dilakukan perusahaan.

Adapun sistem pengupahan merupakan kerangka bagaimana upah diatur dan ditetapkan. Sistem pengupahan di Indonesia pada umumnya didasarkan kepada tingkat fungsi upah, yaitu menjamin kehidupan yang layak bagi pekerja dan keluarganya, mencerminkan imbalan atas hasil kerja seseorang dan menyediakan insentif untuk mendorong peningkatan produktivitas kerja.

Perihal hak-hak karyawan yang terkena PHK diatur dalam Pasal 40 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja diatur terkait hak akibat PHK dimana disebutkan bahwa dalam hal PHK, pengusaha wajib membayarkan uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja, uang penggantian hak yang seharusnya diterima.

Berikut uang pesangon yang wajib diberikan pengusaha berdasarkan Pasal 40 Ayat 2 PP Nomor 35 Tahun 2021:

  1. Masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun, 1 (satu) bulan upah;
  2. Masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 (dua) tahun, 2 (dua) bulan upah;
  3. Masa kerja 2 (dua) tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 (tiga) tahun, 3 (tiga) bulan upah;
  4. Masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 (empat) tahun, 4 (empat) bulan upah;
  5. Masa kerja 4 (empat) tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 (lima) tahun, 5 (lima) bulan upah;
  6. Masa kerja 5 (lima) tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 6 (enam) bulan upah;
  7. Masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 (tujuh) tahun, 7 (tujuh) bulan upah;
  8. Masa kerja 7 (tujuh) tahun atau lebih tetapi kurang dari 8 (delapan) tahun, 8 (delapan) bulan upah;
  9. Masa kerja 8 (delapan) tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 (sembilan) tahun, 9 (sembilan) bulan upah;

Adapun uang penghargaan dan hak pengganti juga diberikan sesuai ketentuan sebagai berikut:

  1. Masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 2 (dua) bulan upah;
  2. Masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 (sembilan) tahun, 3 (tiga) bulan upah;
  3. Masa kerja 9 (sembilan) tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 (dua belas) tahun, 4 (empat) bulan upah;
  4. Masa kerja 12 (dua belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 15 (lima belas) tahun, 5 (lima) bulan upah;
  5. Masa kerja 15 (lima belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 18 (delapan belas) tahun, 6 (enam) bulan upah;
  6. Masa kerja 18 (delapan belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 21 (dua puluh satu) tahun, 7 (tujuh) bulan upah;
  7. Masa kerja 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 24 (dua puluh empat) tahun, 8 (delapan) bulan upah;
  8. Masa kerja 24 (dua puluh empat) tahun atau lebih, 10 (sepuluh) bulan upah;

Selanjutnya perusahaan juga memberikan uang penggantian hak yang seharusnya diterima. Besaran uang penggantian hak ini tercantum dalam Pasal 43 ayat (4), meliputi: cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur; biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya ke tempat dimana pekerja/buruh diterima bekerja; dan hal-hal lain yang diterapkan dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *