JAKARTA, detikgo.com- Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Dr. Fadil Zumhana menyetujui 22 permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif, Selasa (12/09/2023).
Adapun perkara yang dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif, yaitu:
1. Tersangka Asri Cibro bin Alm. Banta Cut dari Kejaksaan Negeri Aceh Tengah, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
2. Tersangka Winda Afrizal Cibro bin Alm. Banta Cut dari Kejaksaan Negeri Aceh Tengah, yang disangka melanggar Pasal 335 Ayat (1) KUHP tentang Pengancaman.
3. Tersangka Rocky Menajang alias Abbas dari Kejaksaan Negeri Minahasa Selatan, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
4. Tersangka Stephanie Ticogiroth dari Kejaksaan Negeri Minahasa, yang disangka melanggar Kesatu Pasal 378 KUHP tentang Penipuan atau Kedua Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.
5. Tersangka Lidya Tarihoran dari Kejaksaan Negeri Dairi, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
6. Tersangka Dani Isnawan bin Mista dari Kejaksaan Negeri Majalengka, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian Jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
7. Tersangka Feri Jamaludin Arbi bin Muhail dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Sukabumi, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
8. Tersangka Iwan Sopiyan bin Musadad dari Kejaksaan Negeri Cianjur, yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan.
9. Tersangka Ujang Ahmad bin Uci (Alm) dari Kejaksaan Negeri Cianjur, yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
10. Tersangka I Robun Alias Aceng bin Darus dan Tersangka II Sukariya alias Susuk Bon (Alm) Sapingih dari Kejaksaan Negeri Indramayu, yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
11. Tersangka I Romansah alias Ule Jabar bin Okib dan Tersangka II Boy Sandi alias Boy bin Oresto Tito dari Kejaksaan Negeri Cimahi, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
12. Tersangka Sunata als Tata bin Mistara dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Cirebon, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
13. Tersangka Hendrik bin Joni dari Kejaksaan Negeri Jakarta Barat, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
14. Tersangka Vhirgy Anggarata bin Joni Aryandi dari Kejaksaan Negeri Jakarta Barat, yang disangka melanggar Pasal 351 KUHP tentang Penganiayaan.
15. Tersangka Hardi Yansyah dari Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
16. Tersangka M. Rizki Ramadhan dari Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
17. Tersangka Ismalia Suciawati Dinda dari Kejaksaan Negeri Jakarta Timur, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
18. Tersangka Tirta Regi bin Edwin dari Kejaksaan Negeri Jakarta Timur, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
19. Tersangka Yesi Mariani binti Hamdani dari Kejaksaan Negeri Jambi, yang disangka melanggar Pasal 363 Ayat (1) ke-3 KUHP tentang Pencurian dengan Pemberatan Subsider Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
20. Tersangka Sandy N. Makatita alias Sandi dari Kejaksaan Negeri Ambon, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
21. Tersangka Subari bin Bain dari Kejaksaan Negeri Bandar Lampung, yang disangka melanggar Pasal 378 KUHP tentang Penipuan atau Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.
22. Tersangka Masuni S.Pd. bin Marihan dari Kejaksaan Negeri Lampung Barat, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
• Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
• Tersangka belum pernah dihukum;
• Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
• Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
• Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
• Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;
• Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
• Pertimbangan sosiologis;
• Masyarakat merespon positif.
Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum.
Demikian siaran pers nomor: PR – 1004/033/K.3/Kph.3/09/2023 yang disampaikan oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung RI Dr. Ketut Sumedana, SH, MH. (*/Steven)