BENGKALIS (detikgo.com)-Tehaer (THR) alias tunjangan hari raya. Ramai orang yang berharap tapi sedikit yang dapat. Ramai orang yang senang tapi tak sedikit yang dibuat pening lalat.
Banyak bentuk dan ragam istilah THR dijadikan modus baik secara halus atau kasar. Cara baik baik sampai cara tak elok. Dengan bijak atau gertak. Berbagai model langsung maupun via medsos. Dapat ditebak dinding pesan di telpon genggam HP anda dapat dipastikan saat ini penuh sesak kata permintaan THR.
Sudah tradisi setiap jelang lebaran biasanya H – 7 masyarakat Indonesia bersaut- sautan mendendangkan satu suara yakni THR. Tak di kota maupun desa semua bicara tentang THR.
Ada tiga golongan yang berbeda dalam menghadapi THR. Pertama para pemilik Perusahaan dan penyandang status Big Bos, Toke, Pejabat dibuat ketar ketir berhitung cukup dan tidaknya persediaan.
Kedua adalah barisan staf, karyawan, pekerja, buruh perusahaan. Kelompok ini sama dibuat was was antara dapat atau meleset. Dan yang ketiga kelompok salah kaprah menterjemahkan makna THR, berkeliling tujuh keliling tapi tak dapat hasil.
Mengikuti perkembangan terkini, THR yang asal muasalnya digunakan untuk ASN kemudian hak bagi pekerja buruh. Sekarang, menjadi salah kaprah menyasar kepada semua orang dan tak segan masuk teras pekarangan.
Tidak hanya para pejabat, bos dan toke. Namun siapapun yang dianggap berpunya apalagi digaransi teras terparkir mobil, pasti ada saja yang datang berkunjung mengetok pintu minta THR.
Jangan heran, rata rata Kantor pemerintah atau swasta H- 7 jelang hari raya, yang aktif masuk kerja tinggal anak buah dan satpam penjaga. Tak kuasa menerima tamu bermacam ragamnya.
Dari perseorangan maupun rombongan, dari berbagai profesi maupun yang mengaku ngaku profesional. Dari lembaga, tim sukses maupun yang setengah sukses.
Bagaimana THR begitu gegap tapi juga bikin megap megap ?
THR menurut mbah Google adalah Budaya atau kebiasaan memberikan tunjangan hari raya tidak semata-mata ada. Nyatanya, inisiasi THR ini sudah muncul sejak masa awal pasca kemerdekaan.
Sejarah adanya tunjangan hari raya bagi pegawai ini dapat ditarik hingga masa pemerintahan presiden pertama Indonesia, yaitu Presiden Soekarno.
Menilik sejarah THR, sebenarnya buah gagasan dari Perdana Menteri sekaligus Menteri Dalam Negeri Indonesia ke-6, Soekiman Wirjosandjojo. Tokoh partai Masyumi ini pada mulanya hanya memberi THR spesial untuk menyejahterakan PNS.
Kebijakan pemerintah yang hanya berpihak kepada kalangan PNS menyulut protes besar-besaran dari kaum buruh. Apa yang di buat Soekiman dianggap ada udang di balik
Bakwan.
Langkah Soekiman dituding bukan hanya untuk menyejahterakan PNS dengan THR, melainkan juga ada unsur politis di baliknya. Banyak kalangan berpendapat pada masa itu Soekiman berkeinginan mengambil hati para PNS yang pada masa itu didominasi oleh kalangan ningrat sampai TNI.
Dan apa yang digagas Soekiman meski awalnya di protes kaum buruh . Terbukti meski masa itu gerakan kaum buruh dapat dihentikan lewat kekuasaan. Toh akhirnya berbuah manis asam Payau, karena dalam prakteknya sampai detik masa Presiden Jokowi saat ini rata- rata pekerja di Indonesia sudah mendapat bagian tunjangan setiap menjelang hari raya.
Apakah kebijakan THR ini akan terus berkelanjutan ? Yang pasti pada masa mendagri Soekiman duit negara masih berkecukupan. Sekarang dan kedepan, tergantung apakah negara masih mumpuni, silahkan mengikuti kabar Menkeu Sri Mulyani.
Begitupun perusahaan akan tetap bayarkan THR, sejak kebijakan pemerintah melalui Menteri Tenaga Kerja menerbitkan Permen RI No. 04/1994 tentang THR Keagamaan bagi pekerja di perusahaan.
Pada tahun 2003 peraturan tersebut disempurnakan dengan terbitnya UU nomor 13 tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan. Dalam peraturan tersebut diatur bahwa pegawai yang sudah bekerja lebih dari 3 bulan wajib mendapatkan tunjangan.
THR yang diterima juga disesuaikan dengan lamanya masa kerja, sedangkan untuk pekerja yang sudah satu tahun bekerja mendapat THR sebesar 1 bulan gaji kerja.
Pemerintah kembali melakukan revisi aturan tentang THR pada 2016. Dalam peraturan ini disebutkan bahwa THR diberikan selambat-lambatnya 7 hari sebelum hari raya keagamaan masing-masing pekerja.
Untuk lebaran tahun 2021, telah terbit Surat Edaran (SE) Menteri Tenaga Ketenagakerjaan RI Nomor M/6/HK.04/IV/2021 tentang Pemberian THR Keagamaan Tahun 2021 Bagi Pekerja/Buruh, dan tetap mengikat harus dipatuhi oleh perusahaan.
Kondisi sekarang pada musim wabah Corona THR untuk ASN dari pemerintahan Jokowi masih berjalan meski besarannya lebih kecil dibandingkan tahun tahun sebelumnya. Baru baru inu muncul petisi online terkait THR PNS 2021. Petisi itu berjudul ‘THR& Gaji-13 ASN 2021 Lebih Kecil dari UMR Jakarta: Kembalikan Full Seperti Tahun 2019’.
Munculnya petisi ini setelah pemerintah menetapkan pencairan THR PNS secara tidak penuh. THR PNS 2021 hanya berupa gaji pokok dan tunjangan melekat. Adapun tunjangan melekat yang dimaksud adalah tunjangan keluarga, tunjangan pangan, dan tunjangan jabatan atau umum.
Sedangkan perusahaan juga tetap memberikan THR meski sejumlah perusahaan mengeluh karena masa sulit saat wabah Pandemi Covid 19. Pemerintah memberikan toleransi kepada perusahaan yang telat bayar karena kesulitan keuangan.
Pemerintah juga masih membuka peluang bagi pengusaha yang merasa keberatan bayar THR tepat waktu. Artinya, dalam keadaan tertentu perusahaan boleh telat bayar THR untuk para pekerja.
Seperti yang dialami sejumlah perusahaan di Boyolali mengaku keberatan membayar Tunjangan Hari Raya atau THR karyawannya dalam sekali bayar. Mereka akan membayar THR tersebut dengan cara dicicil.
Situasi yang sama juga dirasakan pada level daerah. Pemerintah maupun swasta mengambil langkah sesuai kemampuan dan berusaha tidak mengecewakan apalagi abai kewajiban.
Yang menjadi persoalan ketika gerakan THR tidak dibenarkan dilarang kecuali seperti yang diatur pada subyek dan obyek yang telah ditentukan yaitu ASN dan pekerja buruh perusahaan.
KPK mengingatkan penyelenggara negara dan PNS untuk tidak meminta dana atau hadiah sebagai THR. Pasalnya, tindakan tersebut bisa menimbulkan implikasi terhadap tindak pidana korupsi.
Penegasan yang sama disampaikan Muhammad Nuh Ketua Dewan Pers RI melarang kepada semua pihak untuk tidak melayani permintaan Tunjangan Hari Raya (THR), permintaan barang, permintaan sumbangan dalam bentuk apapun yang mungkin diajukan oleh yang mengatasnamakan media baik dari organisasi pers, perusahaan pers, maupun organisasi wartawan.
Menurut M Nuh larangan tersebut untuk menghindari penipuan dan penyalahgunaan profesi wartawan oleh para oknum yang mengaku-ngaku sebagai wartawan, organisasi wartawan, organisasi perusahaan pers, ataupun media.
Sementara kita semua sudahlah maklum, tradisi THR sudah kadung tidak bisa dihilangkan apalagi menghentikan. Istilah THR meluas sampai jauh, THR yang diatur pemerintah bagi ASN dan kewajiban perusahaan sudah menjadi salah kaprah. Melenceng menyasar dari kantor sampai teras rumah.
Maka jangan heran jika hari jelang lebaran, meski Kantor tetap dibuka tak kuasa menerima tamunya. Ditutup pintu dianggap menolak tamu, Dibuka pintu barisan tak diundang menderu. Larangan minta THR tak dihiraukan dan dianggap angin lalu.
Bagi ASN dan pekerja buruh perusahaan yang sudah menerima THR jangan kalap. Terus bagaimana yang bukan pegawai dan pekerja buruh perusahaan ? Semoga ada keberkahan dari THR ASN dan Pekerja buruh mengalir sampai ke keluarga dan tetangga. Yakinlah kalau sudah rezeki tak kan kemana.
Tapi ingat tidak ada hak dan kewajiban diluar dua golongan yang diatur pemerintah yaitu ASN dan pekerja buruh Perusahaan. Maka jelang lebaran amalan yang mulia adalah sebagaimana Sabda Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam: bahwa tangan yang di atas lebih baik daripada tangan yang di bawah, bermakna: “ orang yang memberi lebih baik daripada orang yang menerima, karena pemberi berada di atas penerima, maka tangan dialah yang lebih tinggi.
Selamat menyambut hari raya idul fitri, suci hati suci jiwa, mohon maaf lahir batin.(***/BS)