JAKARTA (detikgo.com)-Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum dan Kejaksaan Negeri Jakarta Timur menghadiri persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Selasa (30/03/2021) dalam Perkara “Kekarantinaan Kesehatan” atas nama Terdakwa H. Haris Ubaidillah, S.Pd, Terdakwa H. Ahmad Sabri Lubis, Terdakwa Ali Alwi Alatas bin Alwi Alatas, Terdakwa Idrus Alias Idrus Al Habsyi, dan Terdakwa Maman Suryadi terkait peristiwa tindak pidana yang terjadi di Petamburan dengan agenda persidangan yang telah direncanakan yaitu Tanggapan Jaksa Penuntut Umum atas Keberatan (Eksepsi) dari Terdakwa dan Penasihat Hukum Terdakwa H. Haris Ubaidillah, S.Pd, Terdakwa H. Ahmad Sabri Lubis, Terdakwa Ali Alwi Alatas bin Alwi Alatas, Terdakwa Idrus Alias Idrus Al Habsyi, dan Terdakwa Maman Suryadi.
Jaksa Penuntut Umum, Terdakwa, Penasihat Hukum dan Majelis Hakim hadir di depan persidangan, Selasa (30/03/2021) sekira pukul 10.00 WIB, lalu Hakim Ketua Majelis membuka persidangan dengan menyatakan sidang dibuka dan terbuka untuk umum.
Setelah itu Hakim Ketua Majelis mempersilahkan Jaksa Penuntut Umum untuk menghadirkan Terdakwa ke ruang persidangan.
Selanjutnya Hakim Ketua Majelis menanyakan Terdakwa apakah Terdakwa dalam keadaan sehat dan dapat mengikuti jalannya persidangan, yang dijawab oleh Terdakwa bahwa Terdakwa dalam keadaan sehat, kemudian Hakim Ketua Majelis mempersilahkan JPU untuk membacakan Tanggapan Jaksa Penuntut Umum Atas Keberatan (Eksepsi) dari Terdakwa dan Penasehat Hukum Terdakwa H. Haris Ubaidillah, S.Pd, Terdakwa H. Ahmad Sabri Lubis, Terdakwa Ali Alwi Alatas bin Alwi Alatas, Terdakwa Idrus Alias Idrus Al Habsyi, dan Terdakwa Maman Suryadi yang dibacakan pada agenda persidangan sebelumnya.
Jaksa Penuntut Umum membacakan Tanggapan Jaksa Penuntut Umum Atas Keberatan (Eksepsi) dari Terdakwa dan Penasehat Hukum Terdakwa H. Haris Ubaidillah, S.Pd, Terdakwa H. Ahmad Sabri Lubis, Terdakwa Ali Alwi Alatas bin Alwi Alatas, Terdakwa Idrus Alias Idrus Al Habsyi, dan Terdakwa Maman Suryadi yang pada pokoknya sebagai berikut:
- Bahwa eksepsi hanya dapat diajukan terhadap “dakwaan atau kewenangan pengadilan (kompetensi mengadili)“jadi dengan demikian eksepsi hanya boleh diajukan terhadap hal- hal yang bersifat prosesuil eksepsi dan “tidak diperkenankan menyentuh materi pokok perkara “ yang akan diperiksa di sidang pengadilan yang bersangkutan, dengan perkataan lain “eksepsi hanya ditujukan kepada aspek formil” yang berkaitan dengan penuntutan atau pemeriksaan perkara tersebut oleh pengadilan, sedangkan aspek materiil perkara tersebut tidak berada dalam lingkup eksepsi.
- Bahwa keberatan (eksepsi) Para Terdakwa yang diajukan secara pribadi atas nama Terdakwa H. Haris Ubaidillah, S.Pd, Terdakwa H. Ahmad Sabri Lubis, dan Terdakwa Maman Suryadi yang pada pokoknya menyatakan sebagai berikut:
- bahwa perbuatan mengundang untuk menghadiri kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka memperingati kelahiran Nabi Muhammad diyakini penuh kebahagiaan dan keberkahan bukanlah perbuatan menghasut;
- bahwa perbuatan yang dilakukan karena patuh dan taat kepada Guru dan Imam MRS yang secara serius menyerukan kepada seluruh da’i untuk membatalkan acara ceramah dan pengajian untuk sementara waktu;
- bahwa Panitia Peringatan Maulid dianggap melawan petugas atau pejabat pelaksanaan protokol kesehatan sangat tidak beralasan;
- tidak benar bahwa Panitia tidak melaksanakan himbauan Kapolres Jakarta Pusat bahkan Direktur Intelijen dan Keamanan (Dirintelkam) Polda Metro Jaya menyumbang masker sebanyak 1.000 (seribu) untuk dibagikan di acara Maulid tersebut;
- bahwa acara pernikahan merupakan rangkaian acara Maulid Nabi yang dihadiri oleh Habib dan tokoh agama lainnya, dimana biasanya dihadiri 25.000 orang sehingga jika dihadiri oleh 10.000 – 15.000 orang, jumlah tersebut sudah sedikit.
semua keberatan Para Terdakwa tersebut diatas harus dikesampingkan karena sudah menyangkut substansi atau materi pokok perkara, dan lebih cenderung merupakan pendapat pribadi serta tidak ada hubungannya dengan syarat formil ruang lingkup eksepsi atau keberatan.
- Bahwa keberatan (eksepsi) Para Terdakwa (Terdakwa H. Haris Ubaidillah, S.Pd, Terdakwa H. Ahmad Sabri Lubis, Terdakwa Ali Alwi Alatas bin Alwi Alatas, Terdakwa Idrus Alias Idrus Al Habsyi, dan Terdakwa Maman Suryadi) yang pada pokoknya yaitu
- dakwaan Jaksa copy paste sehingga menunjukkan Jaksa tidak yakin atau mungkin bingung apa sesungguhnya yang dilakukan Terdakwa dalam perkara sehingga dakwaan yang dibuat bukan atas dasar hasil investigasi namun lebih banyak didasarkan atas imajinasi, spekulasi, dan duplikasi, serta kental akan muatan politik dan rekayasa semata;
- Surat Dakwaan menerapkan pasal-pasal akrobatik, aneh dan di luar nalar hukum dalam perkara ini, sedangkan dari sisi hukum jelas-jelas tidak ada satupun padanan kata dalam kamus Bahasa Indonesia;
- bahwa Surat Dakwaan tidak cermat, tidak jelas dan tidak lengkap dalam Penerapan Pasal 143 ayat (2) huruf a dan b KUHAP;
- bahwa Surat Dakwaan kelima Jaksa Penuntut Umum berlebihan karena menggunakan Surat Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri RI, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, Menteri Komunikasi dan Informatika RI, Jaksa Agung RI, Kepala Kepolisian Negara RI, dan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme No. 220-4780 tahun 2020, Ni. M.HH-14.HH05.05 tahun 2020, No. 690 tahun 2020, No. 264 tahun 2020, No. KB/3/XII/2020, dan N0. 320 tahun 2020 tanggal 30 Desember 2020 tentang Larangan Kegiatan, Penggunaan Simbol dan Atribut serta Penghentian Kegiatan Front Pembela Islam sebagai dasar Surat Dakwaan kelima;
- bahwa Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum melanggar Yurisprudensi Tetap Mahkamah Agung-RI No: 71 K/Kr/1968, tentang yang intinya “LARANGAN” pengabungan unsur-unsur delik Pasal 160 KUHP dengan unsur-unsur delik Pasal 93 UU No 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan dengan mencontohkan larangan penggabungan unsur Pasal PEMERASAN (Pasal 368 KUHP) di GABUNGKAN dengan unsur-unsur Delik Pasal PENIPUAN (Pasal 378 KUHP);
- bahwa peristiwa yang didakwaan tidak ada hubungan dengan Surat Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri RI, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, Menteri Komunikasi dan Informatika RI, Jaksa Agung RI, Kepala Kepolisian Negara RI, dan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme No. 220-4780 tahun 2020, Ni. M.HH-14.HH05.05 tahun 2020, No. 690 tahun 2020, No. 264 tahun 2020, No. KB/3/XII/2020, dan N0. 320 tahun 2020 tanggal 30 Desember 2020 tentang Larangan Kegiatan, Penggunaan Simbol dan Atribut serta Penghentian Kegiatan Front Pembela Islam;
- bahwa Surat Dakwaan adalah nebis in idem dan kriminalisasi atas peristiwa Acara Maulid karena sudah diadili hakim pengadilan swapraja, dalam hal ini Gubernur DKI Jakarta beserta jajarannya, mengingat para terdakwa sudah diadili atau diberikan sanksi oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, sebagaimana surat dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Satuan Polisi Pamong Praja. Surat Nomor : 2250 / -1.75. Tanggal 15 November 2020. Perihal : Pemberian Sanksi Denda Administratif. Yang ditujukan Kepada : 1. Habib Muhammad Rizieq Bin Hussein selaku Penyelenggara Pernikahan.; 2. Front Pembela Islam (FPI) selaku Panitia Penyelenggara Kegiatan Maulid Nabi Muhammad SAW.; berupa denda sebesar Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah);
- bahwa ketentuan Pasal 85 KUHAP belum direvisi maka Mahkamah Agung tidak berwenang Pengadilan Negeri Jakarta Timur dan Pengadilan Negeri lain di luar tempat kejadian perkara untuk mengadili perkara ini;
- bahwa persidangan secara elektronik melanggar KUHAP;
bahwa semua keberatan Penasihat Hukum Para Terdakwa tersebut diatas harus dikesampingkan karena sudah menyangkut substansi atau materi pokok perkara, dan lebih cenderung merupakan pendapat pribadi serta tidak ada hubungannya dengan syarat formil ruang lingkup eksepsi atau keberatan dengan penjelasan sebagai berikut:
- bahwa argumentasi eksepsi atau keberatan Penasihat Hukum Para Terdakwa tersebut seolah-olah dipergunakan sebagai alasan yang dapat melepaskan diri para Terdakwa dari pertanggungjawaban pidana atas perbuatan pidana yang telah didakwakan kepada para Terdakwa. Seharusnya Para Terdakwa yang memiliki profesi dan pekerjaan yang dihormati di tengah masyarakat, dapat memberi contoh yang baik, dan berani bertanggung jawab. Selain itu eksepsi tersebut berada di luar ruang lingkup eksepsi sebagaimana yang dikehendaki oleh pasal 156 KUHAP;
- adanya kalimat non yuridis dan kepentingan politik dari rezim dzalim, dungu, dan pandir dalam eksepsi penasehat hukum adalah tidak tepat mengingat fungsi Jaksa Penuntut Umum adalah menerima berkas perkara dan melakukan penuntutan serta melaksanakan perintah hakim dan terakhir melaksanakan eksekusi, kami Jaksa Penuntut Umum tidak pernah memahami terkait non yuridis apalagi kepentingan politik dari rezim dzalim. Menggunakan kata dungu dan pandir oleh dalam eksepsinya hanya mengikuti emosional sesaat, kalimat-kalimat seperti ini bukanlah bagian dari pada eksepsi kecuali bahasa-bahasa seperti ini digunakan oleh orang-orang yang tidak terdidik dan dikategorikan kualifikasi berpikir dangkal mengingat kata “pandir” menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia Edisi Ketiga terbitan Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional, Balai Pustaka halaman 834 yang artinya : bodoh, bebal, sedangkan kata “dungu” menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia tersebut pada halaman 306 juga diartikan : sangat tumpul otaknya, tidak mengerti, bodoh. Tidak-lah seharusnya kata-kata yang tidak terdidik ini dipergunakan dalam suatu eksepsi yang dibacakan di muka persidangan yang terhormat berwibawa. Untuk itu sebagai pelajaran kepada penasehat hukum terdakwa jangan mudah menjustifikasi orang lain, apalagi meremehkan sesama, sifat demikian menunjukkan akhlak dan moral yang tidak baik.
- tidak ada satupun kalimat dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum yang memutar-balikkan peristiwa, terlebih lagi penasehat hukum setelah menerima berkas perkara hendaknya dapat memahami secara utuh dan mendalam terkait perbuatan terdakwa pada saat melaksanakan kegiatannya di waktu dan tempat sebagaimana yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum, terdakwa masih mengatasnamakan sebagai Imam Besar organisasi kemasyarakatan FPI dan pengurus/anggota FPI, demikian juga halnya terkait dengan surat-surat yang diterbitkan selalu berlogo FPI. Sehingga sudah menjadi tugas Jaksa Penuntut Umum untuk menyampaikan kebenaran informasi perihal organisasi kemasyarakatan FPI tersebut tentunya telah dilarang berdasarkan, Surat Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri RI, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, Menteri Komunikasi dan Informatika RI, Jaksa Agung RI, Kepala Kepolisian Negara RI, dan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme dengan No. 220-4780 tahun 2020, No. M.HH-14.HH05.05 tahun 2020, No. 690 tahun 2020, No. 264 tahun 2020, No. KB/3/XII/2020, dan No. 320 tahun 2020 berkenaan dengan adanya Larangan Kegiatan, Penggunaan Simbol dan Atribut serta Penghentian Kegiatan organisasi kemasyarakatan Front Pembela Islam (FPI) sejak tanggal 30 Desember 2020, sehingga hal itu sangat relevan untuk dijelaskan agar dapat dipahami dengan baik di muka persidangan Pengadilan;
- Penuntutan Para Terdakwa ke depan persidangan bukan kriminalisasi, seharusnya sebagai penasehat hukum yang baik maka juga memiliki beban moral kepada masyarakat untuk memberikan penjelasan hukum yang benar. Maka dari itu kami menganggap perlu untuk menjelaskan berkenaan dengan istilah kriminalisasi yang berulang-ulang disebutkan bahkan dijadikan dalil oleh penasehat hukum, maka kami Jaksa Penuntut Umum akan menjelaskan istilah kriminalisasi sebagaimana Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga terbitan Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional, Balai Pustaka halaman 600 berarti “Proses yang memperlihatkan perilaku yang semula tidak dianggap sebagai peristiwa pidana, tetapi kemudian digolongkan sebagai peristiwa pidana oleh masyarakat”, beriringan dengan asas legalitas sebagaimana pasal 1 KUHP maka satu-satunya Lembaga yang memiliki kewenangan untuk melakukan kriminalisasi tersebut sesuai dengan UUD 1945 adalah Lembaga Eksekutif dan Legislatif di Negara Republik Indonesia, yaitu dengan membuat Undang-undang yang memuat ketentuan suatu perbuatan yang diancam pidana tertentu. Kami Jaksa Penuntut Umum dalam perkara ini tidak lebih dan tidak lain daripada hanya mendakwa terdakwa dengan delik kriminal yang memang sudah diberlakukan berdasarkan Undang-undang pada hukum positif di Indonesia;
- bahwa proses pemindahan tempat persidangan telah dilalui sesuai dengan ketentuan yaitu antara lain Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat telah mengajukan usulan pemindahan persidangan ke Mahkamah Agung dengan nomor: B-622/M.1.10/Eku.2/02/2021 tanggal 16 Februari 2021 perihal usul pengalihan tempat tempat persidangan untuk tersangka MOH. RIZIEQ alias HABIB MUHAMMAD RIZIEQ SHIHAB bin HUSEIN SYIHAB dan tersangka H. HARIS UBAIDILLAH, S.Pdi dkk, dan atas usulan tersebut Mahkamah Agung mengeluarkan Penetapan pemindahan sidang ke Pengadilan Negeri Jakarta Timur dengan nomor penetapan : 49/KMA/SK/II/2021 tanggal 24 Februari 2021 tentang Penunjukan Pengadilan Negeri Jakarta Timur Untuk memeriksa dan memutus perkara pidana atas nama terdakwa MOH. RIZIEQ alias HABIB MUHAMMAD RIZIEQ SHIHAB bin HUSEIN SYIHAB dan kawan-kawan sehingga penyelenggaraan kekuasaan kehakiman, berada di tangan Mahkamah Agung, untuk itu, Penetapan pemindahan sidang ke Pengadilan Negeri Jakarta Timur dengan nomor penetapan: 49/KMA/SK/II/2021 tanggal 24 Februari 2021 tentang Penunjukan Pengadilan Negeri Jakarta Timur Untuk memeriksa dan memutus perkara pidana atas nama terdakwa MOH. RIZIEQ alias HABIB MUHAMMAD RIZIEQ SHIHAB bin HUSEIN SYIHAB dkk. sudah sesuai dengan ketentuan Pasal 85 KUHAP. Sehingga Sesuai Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, Ketua MA diberi kewenangan untuk menunjuk Pengadilan Negeri lain di luar Pengadilan Negeri sebagaimana telah ditentukan Pasal 85 KUHAP.
Berdasarkan uraian-uraian tersebut diatas, Jaksa Penuntut Umum berkesimpulan dan memohon agar Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan/menetapkan sebagai berikut :
- Menyatakan surat dakwaan No. Register Perkara : PDM-12/JKT.TIM/Eku/03/2021 tanggal 4 Maret 2021 atas nama terdakwa HARIS UBAIDILLAH dkk. telah disusun sebagaimana mestinya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan dan oleh karenanya surat dakwaan tersebut dapat dijadikan dasar pemeriksaan perkara ini;
- Menyatakan keberatan (eksepsi) dari Penasehat Hukum terdakwa HARIS UBAIDILLAH dkk. yang disampaikan dalam sidang Pengadilan Negeri Jakarta Timur hari Jumat tanggal 26 Maret 2021 tidak dapat diterima/ditolak dan menyatakan pemeriksaan dalam persidangan ini tetap dilanjutkan.
Hakim Ketua Majelis menutup persidangan dan menyampaikan jadwal persidangan selanjutnya akan dibuka kembali pada hari Selasa tanggal 06 April 2021 dengan agenda sela.
Demikian disampaikan oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung RI, Leonard Eben Ezer Simanjuntak SH, MH lewat siaran pers nomor PR – 279/114/K.3/Kph.3/03/2021.(***/DETIKGO)