MANADO (detikgo.com)-Kabupaten Kepulauan Sangihe termasuk dalam kategori pulau kecil, tidak boleh ditambang. Hal tersebut diungkapkan oleh Jull Takaliuang, salah satu aktivis Sulut dalam akun media sosialnya, Rabu(24/03/2021).
“Tolong lihat peta di bawah ini, Sangihe termasuk di zona merah ancaman tsunami dan gempa bumi, terdapat 2 gunung bawah laut aktif yakni gunung Kawio dan gunung Mahengetang sangat rentan bagi keselamatan masyarakat. Struktur tanah di Sangihe sangat labil. Beberapa jam hujan, langsung banyak titik longsor di mana-mana”, tulisnya.
“Jika Perusahaan tambang akan mengkavling 42.000 ribu hektar tanah yang mencakup 4-5 kecamatan, itu berarti setengah luas pulau yang hanya 92.000 hektar akan di kuasai perusahaan tambang. Lalu masyarakat bermukim di wilayah tersebut yang menggantungkan hidupnya pada sumber daya alam yang ada itu akan diangkut kemana oleh perusahaan???”, ujar Jull Takaliuang.
“Ketergantungan hidup masyarakat terhadap air bersih juga sangat tinggi pada saat memproduksi makanan pokok andalannya yakni ‘memangkong’ membuat sagu membutuhkan air bersih banyak dan sehat. Tanah pertanian yg sudah ratusan tahun menjadi sumber hidup haruskah diporakporanda oleh operasional tambang skala besar???? Lalu bagaimana pula nasib nelayan yg sangat tergantung pada kesehatan bakau sbg tempat bertelur ikan, kepiting, dll. Diprediksi semua bakal hancur… Akibat lelehan limbah beracun dari aktivitas tambang.
Kontrak Karya generasi ke VI sebagai landasan penerbitan ijin sejak jaman Soeharto sangat tidak realistis jika dipaksakan pada kondisi sekarang ini. Pada saat itu diposisikan negara sejajar.dengan perusahaan. Sangat memalukan”, tegas Jull.
Banyak hal yang tidak logis jika pulau Sangihe akan ditambang.
Perubahan iklim yang ekstrem harusnya menjadi pertimbangan utama utk menyelamatkan pulau2 kecil termasuk Sangihe.
Siapapun boleh kaya dan meraup untung sebanyak-banyaknya, tetapi jangan ‘membunuh’ kehidupan banyak orang yang tidak berdosa..!!!
Keindahan dunia bawah laut dan pesisir Sangihe masih original dan mempesona yang selama ini sudah mulai diekspose di medsos, pasti jadi sia2.
Lalu, bagaimana dengan program pemerintah yg memotivasi masyarakat utk bertani tanaman2 holtikultura di bawah tanaman tahunan?
Kemudian, bagaimana pula nasib sektor perikanan yg menjadi andalan selama ini?? sektor pembangunan mana yg jadi pilihan utk dimajukan di Sangihe.?
Pemerintah harus membuka mata dan bersikap tegas. Jangan seperti sapi yg dicocor di hidung lalu diseret ke sana – ke mari, dan hanya diam saja??
Tentukan sendiri pilihan sektor mana yg akan menjadikan pulau ini maju.
Bukan TAMBANG. Hantu ini akan menghancurkan semua 3 sektor di atas. Bahkan menghancurkan adat-istiadat serta harmonisasi kekerabatan di sebuah wilayah.. Pengalaman buruk telah banyak terjadi di mana-mana harusnya mengajarkan kita orang Sangihe untuk bijak menentukan nasib dan masa depan ruang hidup anak cucu kita.
Mana suara DPRD yg dipilih konstituen untuk menyuarakan hak dan kepentingan rakyat? Tolong keluar dan bersuara lantang… Bela HAK rakyat.. jangan bela investor yg hanya dtg meraup untung lalu pergi…!!
“Menteri ESDM yang mengeluarkan IUP tidak tahu kondisi pulau Sangihe. Dia pasti tidak punya keluarga atau kenalan selain pemerintah bawahannya, Jadi, jika terjadi bencana mereka tidak akan merasa bersalah atau pun sedih, sama halnya dengan pembuat amdal atau juga yang menerbitkan ijin lingkungan. Mereka dibutakan oleh investasi. Tidak logis. Ilmu yang ditukar dengan uang… Parah..materi membutakan manusia. Mematikan logika… sadis!!”, terang Jill.
“Bagi saya sebagai pewaris peradaban Sangihe, yang dilahirkan dan dibesarkan di Sangihe, secara historis keluar dari rahim pulau ini hanya 2 kata kerja yg saya pilih yakni : “USIR dan LAWAN!!!”, seru Jull Takaliuang.(***/DETIKGO)